Senin, 04 April 2016

Agama Sebagai Sistem Budaya

source

AGAMA SEBAGAI SISTEM BUDAYA  


Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan.

Budaya menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.

 Pendahuluan

Agama, secara mendasar dan umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya”. Dalam definisi tersebut, agama dilihat sebagai sebuah doktrin atau teks suci. Sedangkan hubungan agama dengan manusia yang meyakininya dan khususnya kegiatan-kegiatan manusia penganut agama tersebut tidak tercakup dalam definisi tersebut. Para ahli ilmu-ilmu sosial, khususnya Antropologi dan Sosiologi, yang perhatian utamanya adalah kebudayaan dan masyarakat manusia, telah mencoba untuk melihat agama dari perspektif masing-masing bidang ilmu dan pendekatan-pendekatan yang mereka gunakan, dalam upaya mereka untuk dapat memahami hakekat agama dalam kehidupan manusia dan masyarakatnya.

Agama disebut sebagai sebuah sistem budaya karena Agama merupakan sebuah hasil dari “sistem gagasan” manusia terdahulu. Sistem gagasan di sini bermaksud bahwa masyarakat primitif dahulu mengunakan agama sebagai “alat” penjelas terhadap fenomena-fenomena alam yang terjadi, lambat laun manusia primitif menganggap bahwa segalanya memiliki ruh. Segala fenomena yang disaksikan dan yang mereka nisbahkan pada ruh. Artinya dengan demikian, manusia primitif dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang ada diartikanya seperti banjir, gempa, dan lainya dengan padangan tersebut.

AGAMA merupakan sebuah realitas yang telah hidup dan mengiringi kehidupan manusia sejak dahulu kala. Bahkan Agama akan terus mengiringi kehidupan manusia entah untuk beberapa lama lagi. Fenomena ini akhirnya menyadarkan manusia bahwa baik Agama maupun manusia tidak dapat dipisahkan, keduanya saling membutuhkan. Sebaliknya, manusia tidak akan menjadi manusia yang memiliki budi pekerti yang manusiawi jika Agama tidak mengajarkan manusia bagaimana cara menjadi manusia yang menusiawi tersebut.

Pada waktu kita melihat dan memperlakukan agama sebagai kebudayaan maka yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi bercorak lokal; yaitu, lokal sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut. Mengapa demikian? untuk dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan, maka agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur kebudayaan yang ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian maka agama akan dapat menjadi sistem nilai-nilai budaya dari kebudayaan yang ada tersebut.

Agama sebagai sistem budaya, merupakan konsep antropologis dalam pandangan antropologi, pengamalan agama dianggap sebagai kreasi untuk menuju jalan hidup yang bervariasi, sesuai latar belakang pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai-nilai yang dianutnya.

KESIMPULAN 


STUDI AGAMA  SEBAGAI SISTEM BUDAYA

 Agama tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan dan kebudayaan identik dengan manusia, karena manusia adalah makhluk budaya, makanya secara fitrah manusia mempunyai naluri keberagama karena keterbatasan-keterbatasan dan ketakutan yang dimilikinya. Jadi agama, budaya dan manusia tidak bisa dipisahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar